Belanda datang ke Indonesia ratusan tahun lalu demi rempah-rempah. Itu semua orang tahu. Tapi tahukah Anda, sekarang di Belanda ada satu importir rempah asal Indonesia? Dialah Betty Bertina Simon-Kartadiredja.
Amsterdam - Siapa bilang di usia senja tak bisa lagi berprestasi. Betty Bertina Simon-Kartadireja membuktikan itu cuma mitos. Ia adalah managing director Uni Products, perusahaan pengimpor rempah-rempah dari Indonesia yang berkantor di Amsterdam, Belanda. Yang lebih istimewa, menurut pengakuannya ia satu-satunya importir rempah-rempah asal Indonesia di negeri kincir angin.
Tentu saja Betty tidak membangun perusahaan itu dengan mudah. Tadinya perusahaan tersebut memiliki nama dan pemilik lain. Pada tahun 2004, Betty mengambil alih dan berdirilah perusahaan Uni Products sampai sekarang.
Ada beberapa persyaratan untuk bersaing dengan para importir rempah-rempah asal Belanda. Kuncinya hanya satu, yaitu kepercayaan. Sejak berdiri sampai saat ini tentu saja banyak pasang surut yang dialaminya.
"Mengalami pasang surut juga di Belanda terutama karena banyak kompetitor. Jadi kita setengah mati mempertahankan network serta supply dan demand. Memang sering terjadi caplok-mencaplok langganan. Tapi perusahaan kita satu-satunya perusahaan Indonesia yang mengimpor, yang lainnya itu semua orang Belanda. Saingan kita itu orang Belanda dan orang Eropa pada umumnya."
Nama Baik
Untuk memenangkan persaingan di antara importir bule, Betty harus menjaga nama baik dan kepercayaan. Karena sekali nama rusak misalnya tidak menepati janji pengiriman maka selanjutnya tidak bisa mendapat pasar lagi.
Selain mengimpor ke Belanda, jaringan Betty meluas sampai antara lain ke Jerman, Italia, Belgia, Portugal, dan Inggris. Impor yang dilakukan antara lain untuk cengkeh, pala, lada. "Semuanya diimpor ke ke pabrik-pabrik untuk bahan mereka, seperti misalnya pabrik pengolahan daging untuk membuat sosis atau pabrik sup, seperti misalnya Unilever sampai Coca-Cola. Karena pabrik minuman itu juga menggunakan pala sebagai campurannya."
Semakin Langka
Namun Betty juga menyesalkan produksi lada dari Indonesia berkurang. Menurut survei yang dilakukannya, perkebunan lada di Kalimantan ternyata disisihkan oleh kelapa sawit. Alasannya karena kelapa sawit lebih gampang ditanam dan dipelihara serta lebih banyak menghasilkan uang.
"Sementara di pulau Bangka perkebunan lada tersingkir oleh industri timah. Produksinya makin lama makin sedikit."
Hal itu disayangkan oleh Betty. Karena permintaan dari Belanda dan Eropa sebetulnya cukup banyak. Ia melayani sekitar seratus pelanggan. Namun ada persyaratan lain untuk mengimpor rempah-rempah ke Eropa. Rempah-rempah tersebut dikirim dari Indonesia dengan kualitas ekspor. Setelah sampai di Eropa harus dibersihkan.
"Yang membersihkan adalah pabrik di Eropa. Seperti lada, kita cuma datangkan yang kualitas ekspor saja. Setelahnya baru sampai di pabrik dan disterilisasi. Karena mereka sangat ketat akan kebersihan."
Jadi ibaratnya, tutur Betty, susah membersihkan sendiri dari Indonesia. "Susah sekali untuk menerobos barang yang sudah digiling dari Indonesia. Karena yang kita bersihkan kadang-kadang tidak memenuhi keinginan mereka."
Kendati demikian Betty tidak putus asa dengan syarat kebersihan itu. Namun akan adakah Betty-Betty lain yang mengikuti jejaknya menjadi pengimpor rempah-rempah asal Indonesia di Belanda? Hal itu masih perlu dibuktikan.
Sumber: radio nederland wereldomroep