Kamis, 26 Agustus 2010

Menengok Masjid Istiqlal Sarajevo, Bosnia

Masjid Istiqlal ini merupakan sumbangan dari beberapa dermawan asal Indonesia

Bosnia merupakan salah satu negara di Eropa yang memiliki penduduk beragama Islam yang tertinggi. Negara yang sekitar 10 tahun lalu baru saja selesai dilanda konflik berkepanjangan ini memiliki masjid indah yang bernama persis dengan masjid terbesar di Indonesia yaitu masjid Istiqlal. Adakah hubungan antara masjid ini dengan Indonesia? Jawabannya adalah iya, masjid ini memang merupakan sumbangan dari masyarakat Indonesia, ornamen di dalam masjid pun juga dihiasi ukiran-ukiran khas Indonesia.


Keindahan masjid ini tak hanya tampak dari luar saja, tetapi hingga ke dalam masjid. Masjid Istiqlal ini juga disebut sebagai masjid Soeharto. Nama Soeharto digunakan memang bukan tanpa alasan, ia merupakan salah seorang penggagas berdirinya masjid ini di Bosnia. Berikut merupakan sejarah berdirinya masjid terbesar di Bosnia ini.


Pada awal Maret 1995, Soeharto, yang seperti biasa didampingi beberapa pembantu terdekatnya, seperti Mensesneg Moerdiono dan Menlu Ali Alatas mengadakan lawatan ke Eropa. Dalam agenda kunjungan itu, Soeharto juga akan ke Sarajewo, ibukota Bosnia, yang ketika itu menjadi kawasan perang yang brutal. ABRI mengirimkan pasukan pendahulunya untuk menyiapkan kedatangan Soeharto beserta rombongan ke Bosnia, termasuk melakukan pendekatan kepada pemerintah Bosnia serta berbagai faksi yang sedang berseteru. Ketika rombongan Presiden RI tiba di Eropa, belum ada kepastian bisa tidaknya rombongan itu ke Bosnia.

Dalam suasana belum pasti itu, sebuah pesawat milik PBB yang melintas di Bosnia ditembak jatuh pada 11 Maret 1995.Kejadian itu memberikan tekanan yang tinggi bagi rombongan Indonesia yang ingin ke Bosnia tersebut. Namun, Soeharto memutuskan tetap pergi ke medan tempur itu pada 13 Maret, atau dua hari setelah pesawat PBB ditembak jatuh.Persiapan pun terus dilaksanakan, mulai menyiapkan substansi pertemuan hingga persiapan pengamanan.

Puluhan wartawan yang menjadi bagian rombongan kunjungan presiden pun berharap bisa ikut penerbangan "berani mati" ke kawasan yang ketika itu sedang diwarnai pertumpahan darah itu. Maka, mulai lah banyak rayuan yang disampaikan ke Moerdiono, penanggung jawab perjalanan, agar bisa masuk dalam daftar yang ikut ke Sarajevo, ibukota Bosnia. Upaya rayu-merayu itu berjalan alot, karena sudah dipastikan bahwa jumlah rombongan yang akan ikut Soeharto ke Bosnia itu sangat terbatas.Akhirnya Moerdiono memutuskan bahwa hanya dua wartawan yang akan ikut terbang ke Bosnia, yakni dari LKBN ANTARA serta RRI.

Sambil menunggu, ANTARA dan RRI mulai gelisah karena tidak tahu cara untuk mengirim berita. Akhirnya berkat bantuan juru foto Saidi, kedua wartawan ini bisa berbicara dengan Dan Grup A Paspampres Kolonel Sjafrie untuk memakai pesawat telepon langsung yang disiapkan untuk Soeharto.Tanpa memakai kode akses lokal atau internasional, giliran pertama diberikan kepada wartawan RRI untuk langsung menelepon ke kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.Ketika itu dia langsung bisa mengudara dan laporan berita olah raga yang ketika itu, sekira pukul 20.10 WIB, sedang disampaikan RRI di sela laporan langsung dari Bosnia.



Kemudian giliran ANTARA menelepon ke Jakarta dan dilanjutkan ke wartawan-wartawan yang menunggu di Kroasia untuk memberikan laporan mengenai kunjungan Soeharto di negeri yang sedang berperang itu.Pengalaman mengirim berita dari medan perang itu bakal tak terlupakan.Setelah Soeharto berunding dengan pejabat-pejabat tinggi Bosnia, akhirnya rombongan kembali ke bandara untuk selanjutnya terbang lagi ke Kroasia.

Namun ANTARA dan RRI ternyata tidak bisa lagi satu pesawat dengan Soeharto karena ada dua jenderal TNI yang datang mendahului Soeharto harus ikut satu pesawat dengan presiden.Dengan bantuan seorang letnan kolonel Paspampres, ANTARA dan RRI hari itu juga bisa bergabung dengan menggunakan pesawat PBB yang mengangkut ratusan prajurit PBB yang akan istirahat di Kroasia.Malam itu juga, kedua wartawan ini tiba di Kroasia.

Tepuk tangan meriah diberikan wartawan lain ketika mereka melihat dua wartawan itu sudah berada di lobi hotel dengan selamat.Perjalanan Soeharto ke medan perang itu, walaupun tidak diikuti dengan konperensi internasional mengenai penyelesaian masalah Bosnia seperti direncanakan, semula tetap dikenang sebagai sebuah perjalanan bersejarah. Lawatan itu akhirnya menghasilkan berdirinya sebuah mesjid megah di ibu kota Bosnia yang merupakan hasil penyaluran bantuan banyak dermawan asal Indonesia.


Masjid Istiqlal dibangun selama dua tahun dengan dana US$ 2,7 juta. Pembangunan masjid ini adalah bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap Bosnia yang pernah disampaikan Presiden Soeharto saat berkunjung ke negara itu, pertengahan Maret 1995. Masjid ini di atas tanah seluas hampir 2.800 meter persegi.

Masjid Istiqlal terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar digunakan untuk kantor, madrasah, tempat wudhu, auditorium, dan perpustakaan. Lantai dua dan tiga digunakan untuk salat. Dua menara kembar di depan masjid digambarkan sebagai simbol persahabatan kedua negara. "Masjid ini memang dibangun berdasarkan perpaduan gaya dua negara," kata Fauzan Noe`man, arsitek Masjid Istiqlal.

Fauzan menambahkan, selain dihiasi kaligrafi Arab dari kayu jati, interior masjid juga dilengkapi lampu gantung hias dari Indonesia. Pintu masuk masjid juga dibuat dari kayu jati bertuliskan huruf Arab. Kubah dome yang menjadi ciri khas masjid di Bosnia juga terlihat pada Masjid Istiqlal. Namun, bedanya kubah pada masjid ini dipenuhi oleh jendela sehingga nur atau sinar matahari bisa masuk ke ruangan masjid.

Diambil dari berbagai sumber


0 komentar:

Posting Komentar

Give Your Comment,here:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites